Beranda | Artikel
Menjaga Wibawa Pasangan di Hadapan Anak
Selasa, 28 September 2021

Bersama Pemateri :
Ustadz Abu Ihsan Al-Atsary

Menjaga Wibawa Pasangan di Hadapan Anak merupakan kajian Islam ilmiah yang disampaikan oleh Ustadz Abu Ihsan Al-Atsaary dalam pembahasan Mencetak Generasi Rabbani. Kajian ini disampaikan pada Selasa, 14 Shafar 1443 H / 28 September 2021 M.

Kajian Islam Ilmiah Tentang Menjaga Wibawa Pasangan di Hadapan Anak

Mendidik anak adalah tugas pokok kita sebagai orang tua. Hindari mengeluh, karena itu justru memperberat beban kita. Kewajiban ini memang ada pada pundak kita, maka jangan coba-coba berpikir untuk meletakkannya dari pundak kita. Kerjasama antara ayah dan bunda haruslah dibangun serapi mungkin agar hasilnya juga maksimal. Karena tujuannya adalah sama-sama ingin meraih ridha Allah Subhanahu wa Ta’ala. Semoga saja Allah berkenan memberikan apa yang kita harapkan, yaitu anak-anak yang shalih dan shalihah berbakti kepada orang tua.

Satu perkara yang tidak boleh kita lupakan bahwa kita harus memiliki wibawa ditengah-tengah keluarga. Hal ini karena hanya dengan kewibawaan itulah ucapan dan perkataan kita akan diperhatikan dan ditaati oleh anak-anak. Artinya orang tua harus menjaga image di tengah-tengah keluarga, terutama di hadapan anak-anak.

Maka sudah sepantasnyalah kedua orang tua untuk saling menjaga kewibawaan tersebut. Janganlah seorang ayah menjatuhkan wibawa ibunya di hadapan anak-anak. Demikian pula sebaliknya ibu janganlah menjatuhkan wibawa ayah di hadapan anak-anak.

Mungkin banyak pasangan melakukan itu demi kepuasan batinnya. Mungkin ada sedikit rasa benci kepada pasangannya, kemudian caranya adalah dengan menjatuhkan wibawanya di hadapan anak-anak. Atau banyak juga pasangan-pasangan yang masih kekanak-kanakan sehingga mencari eksistensi di tengah-tengah manusia dengan cara merendahkan orang lain, walaupun itu adalah pasangan hidupnya sendiri.

Kalau belum punya anak mungkin pengaruh buruknya sedikit. Tapi kalau mereka telah memiliki anak, apalagi anaknya sudah mengerti, ini bisa menjadi awal bencana. Karena jika sampai wibawa salah seorang ayah dan bunda ini jatuh dimata anak-anak, maka ini adalah awal bencana.

Maka junjunglah sikap saling menghormati dan kesungguhan dalam menegakkan hukum-hukum Allah Subhanahu wa Ta’ala di antara keluarga, terutama di rumah kita. Mengajarkan kepada anak tentang hak-hak orang tua, jelaskan pula dengan baik apa saja hak ayah dan hak ibu, dan terangkanlah bahwa menaati orang tua dalam perkara yang ma’ruf itu termasuk bentuk ketaatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Sebagai istri, doronglah anak-anak agar taat kepada ayah, yaitu suami. Begitu pula sebaliknya, sebagai ayah doronglah anak-anak agar memuliakan ibu, yaitu istri kita sendiri. Caranya dengan memberitahu perihal keagungan seorang ibu, janganlah kedua orang tua saling menjatuhkan. Dan yang sering terjadi juga adalah mereka saling berebut perhatian anak.  Tentunya ini tidak baik, dan bahkan banyak pendidikan-pendidikan yang akhirnya gagal karena kedua orang tua justru saling berebut mendapatkan perhatian dari anak-anak mereka.

Demikian juga sebagai suami, jangan menghina istri di hadapan anak. Apalagi menghukum secara fisik dengan pukulan ataupun nasihat-nasihat secara verbal, walaupun tindakan kita benar. Tapi menjadi tidak benar kalau dilakukan di hadapan anak-anak.

Menghukum itu bukan artinya kita harus menjatuhkan kehormatan orang yang dihukum. Itu perlu kita perhatikan agar hukuman itu bermanfaat bagi orang yang dihukum. Itu prinsip dalam Islam. Bahwa hukum ditegakkan untuk keadilan dan kemaslahatan. Maka ada hadits Nabi melarang para sahabat mencela orang yang dicambuk karena dia minum khamr. Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam mengatakan:

لاَ تَلْعَنُوهُ، فَوَاللَّهِ مَا عَلِمْتُ إِنَّهُ يُحِبُّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ

“Jangan kalian cela dia, sesungguhnya dia adalah orang yang mencintai Allah dan RasulNya.” (HR. Bukhari)

Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam juga pernah menegur seorang yang mencela seseorang yang dirajam karena zina sementara dia sudah bertaubat. Yang mana taubatnya kalaulah dibagikan kepada penduduk Madinah niscaya telah mencukupi mereka. Artinya penegakan hukum itu bukan semata-mata untuk menegakkan keadilan, tapi juga untuk meraih suatu maslahat. Misalnya menimbulkan efek jera dan membuat orang yang dihukum itu sadar atas kesalahannya.

Bagaimanan penjelasan lengkapnya? Mari download dan simak kajian yang penuh manfaat ini.

Download mp3 Kajian


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/50776-menjaga-wibawa-pasangan-di-hadapan-anak/